Studi Efektivitas untuk Penyintas Cedera Otak di Amerika Serikat

Studi Efektivitas untuk Penyintas Cedera Otak di Amerika Serikat

Studi Efektivitas untuk Penyintas Cedera Otak di Amerika Serikat – Cedera otak menjadi salah satu cedera yang sangat serius. Cedera ini mampu menyebabkan beragam situasi yang tidak bisa dianggap remeh. Beberapa cedera ringan dengan tindakan yang cepat dan tepat memang bisa mengurangi risiko yang ada. Namun untuk cedera sedang hingga cedera berat pada otak, pengobatan dan perawatan yang tepat pun tidak selalu bisa memberikan pemulihan yang 100% berhasil. Bahkan dalam banyak situasi, cedera otak terbukti bisa menyebabkan kematian hingga cacat permanen. Ini karena cedera terjadi dan menyebabkan gangguan hingga rusaknya fungsi otak yang merupakan salah satu organ paling vital dalam tubuh manusia. Otak menjadi salah satu pusat koordinasi dalam tubuh manusia dengan jutaan sel saraf yang ada di dalamnya. Karena itu, cedera ini sangat perlu dicegah serta ditangani dengn sebaik mungkin guna memberikan tingkat pemulihan terbaik.

Terkait dengan cedera otak itu, pengobatan secara medis tentu akan diperlukan guna menyembuhkan luka yang disebabkan oleh cedera. Namun, perawatan tambahan juga diperlukan dalam masa pemulihan bagi penyintas dari cedera otak tersebut. Saat ini, sudah ada banyak metode pemulihan yang sudah dirumuskan dengan tingkat keberhasilan yang berbeda-beda. Perawatan dan pemulihan pun bisa diberikan dengan beragam cara dan biasanya ini hadir pula dalam bentuk konseling guna membantu proses pemulihan. Pendekatan seperti ini diperlukan karena penyintas dari cedera otak tidak saja akan sekedar tentang aspek kesehatan yang terlihat, tapi fungsi kinerja saraf hingga daya memori akan bisa terpengaruh. Dari banyaknya layanan perawatan terhadap cedera otak ini, salah satu yang mulai banyak dikembangkan dan banyak diperhatikan adalah layanan teleheatlh. Sesuai namanya, ini adalah sistem perawatan hingga konsultasi dan pendampingan dari jarak jauh. Metodenya akan menggunakan metode daring melalui bantuan koneksi internet.

Layanan telehealth ini tidak serta merta dimunculkan. Studi komprehensif sudah dilakukan guna merumuskan pendampingan dan perawatan yang sesuai tergantung pada tingkat cedera otak yang ada serta pertimbangan situasi lainnya. Ketika telehealth ini mulai banyak mendapatkan perhatian, ada pula yang membandingkan efektivitas dari telehealth dan layanan yang diberikan secara tatap muka. Dari studi yang ada, memang disebutkan bahwa layanan via tatap muka lebih efektif. Namun, ini mendorong pengembangan telehealth lebih jauh lagi dan kemudian kembali dilakukan riset untuk melihat efektivitasnya. Beberapa responden diambil dari negara-negara seperti Amerika Serikat, Belanda, dan juga Hong kong. Amerika Serikat dipilih tidak saja karena dukungan teknologi dan ahli yang mumpuni, tapi juga fakta tentang tingginya kasus cedera otak yang dialami termasuk juga pada anak-anak dengan dampak yang sangat serius. Karena itu, Amerika Serikat pun menjadi salah satu target dari riset ini.

Dari segi tujuannya, ada beberapa hal utama yang menjadi tujuan dan perhatian dari program telehealth ini. Salah satunya adalah pengurangan gejala-gejala neurobehavioral. Lalu, program ini dilakukan untuk mengurangi tingkat depresi, hingga mengurangi dan mengatasi gangguan pendengaran. Depresi memang bisa menjadi dampak lanjutan dari cedera otak dan pendampingan telehealth bisa memberikan konsultasi yang memadai. Sedangkan, gangguan pada pendengaran atau tinnitus bisa terjadi karena otak menjadi pusat koordinasi indra dan cedera pada otak biasanya dipicu oleh cedera di area kepala yang bisa memicu cedera juga pada organ pendengaran. Ada tujuan lainnya tentu dari pelaksanaan dan riset dari program telehealth ini. Setidaknya, ada sekitar 198 penyintas cedera otak yang terlibat dalam riset ini. media untuk telehealth pun beragam. Ada computer assisted online, personal digital assistance, dan juga layanan via telepon. Untuk tim ahli yang terlibat, ini tidak sebatas pada ahli di bidang cedera otak, tapi ada juga terapis, audiolog, hingga pskiater dan juga psikolog.

Dari riset terbaru, terlihat bahwa program telehealth tetap seefektif layaknya program pendampingan secara tatap muka. Bahkan dalam beberapa bagian, program telehealth ini mempunyai efektivitas yang lebih tinggi dibandingkan program tatap muka. Salah satunya disebabkan oleh cakupan dan akses yang memang lebih mudah karena penyintas tidak perlu datang untuk mendapatkan pendampingan dan perawatan secara tatap muka. Dengan telehealth, layanan bisa didapatkan secara online ataupun juga via telepon. Namun untuk neurobehavioral, tidak ada dampak yang terlalu besar dari program telehealth. Ini karena cakupan dari neurobehavioral terkait dengan kognitiif, emosi, dan juga somatik. Tingkat kompleksitas ini membuat telehealth tidak terlalu efektif. Stimulasi kognitif dan stimulasi di aspek lainnya memang perlu perhatian khusus dan terkadang perlu juga interaksi secara fisik dan langsung. Ditambah lagi, kasus terkait neurobehavioral tidak bisa menggunakan pendekatan secara umum tapi benar-benar perlu merumuskan program pendekatan yang spesifik sehingga telehealth perlu dikembangkan lebih jauh.

Selain terkait dengan neurobehavioral, efektivitas cukup rendah juga ditemukan pada kasus penyintas cedera otak yang ada dalam kategori berat. Cedera otak dalam kategori berat ini memang memiliki situasi yang jauh berbeda dengan tingkat sebelumnya. Ini memberikan kompleksitas lebih tinggi yang sulit kalau hanya diatasi dengan program telehealth saja. Terutama dalam hal depresi, ini bisa cukup efektif dalam tingkat cedera ringan dan sedang. Namun ketika diterapkan pada penyintas dengan tingkat cedera tinggi, depresi tidak benar-benar bisa diatasi. Kurang efektifnya program telehealth ini tidak saja karena program yang belum sempurna, tapi ada perngaruh lainnya seperti ketersediaan teknologi yang memadai hingga dalam faktor biaya. Walau internet sudah terakses secara luas, itu tidak berarti bahwa aksesnya akan 100% mudah untuk menjalankan program telehealth. Biaya juga menjadi penyebab lainnya.

Mengenal Masalah Cidera Otak Traumatik , Gejala dan juga Penyebabnya yang Dialami Di Texas Amerika Serikat

Mengenal Masalah Cidera Otak Traumatik , Gejala dan juga Penyebabnya yang Dialami Di Texas Amerika Serikat – Cedera otak traumatik merupakan jenis cidera otak intrakrnial. Ini bisa menyebabkan terjadinya rudapaksa eksternal terhadap kepala yang sudah melebihi kapasitas dalam perlindungan otak.

Texasbia – Berdasarkan penelitian, ada kurang lebih 0,5 % dari kejadian cedera di seluruh dunia mengalami gegar otak. Ini sering dialami oleh orang dengan rentan usia 65-80 tahun. Cedera traumatik ini terjadi karena pengaruh beberapa faktor seperti mekanisme trauma pada diri seseorang, tingkat keparahannya, dan juga morfologi yang bisa menyebabkan terjadinya trauma tersebut. Untuk menetapkan diagnosis cedera otak traumatik ini didasarkan dengan adanya riwayat trauma pada bagian kepala. Ini bisa dibantu mendeteksinya dengan menggunakan CT scan. Masalah ini biasanya di tangani oleh seorang dokter ahli bedah syaraf.

Cidera otak traumatik akan menyebabkan terjadinya hantaman yang datang secara tiba-tiba. Ini terjadi pada bagian otak yang bisa menyebabkan munculnya berbagai macam gejala yang lebih parah. Apabila dibiarkan maka bisa menyebabkan terjadinya disfungsi pada sistem kerja otak. Gangguan yang sering disebut dengan istilah COT ini ada beberapa yang datang disebabkan karena adanya benda asing yang menusuk pada bagian tulang tengkorak. Ini juga bisa terjadi karena adanya benda tumpul yang memukul bagian tengkorak. Dengan begitu, bagian ini akan mudah retak dan menyebabkan munculnya pecahan tulang yang mengarah ke arah otak.

COT dibagi menjadi beberapa fase yaitu ringan, sedang dan berat. Setiap orang mengalami yang berbeda-beda. Ini semua tergantung pada seberapa besar kekuatan benturan yang diperoleh atau mengenai bagian kepala. COT yang masih dalam fase ringan biasanya akan menyebabkan terjadinya sakit kepala ringan di mana Anda tidak bisa fokus dan berpikir dengan jernih. Para penderitanya akan sering mengeluh pusing dan mual. Sementara itu, bagi penderita COT fase sedang hingga masuk fase parah biasanya akan menunjukkan beberapa gejala yang tidak jauh berbeda. Tentu saja gejala yang dirasakan lebih parah dibandingkan dengan COT ringan. Ini akan semakin menjadi buruk dengan seiring berjalannya waktu apabila tidak segera mendapatkan penanganan dan perawatan yang tepat.

Pada dasarnya ketiga jenis COT mulai dari ringan, sedang dan berat dianggap sebagai sebuah kondisi yang cukup serius. Ada ribuan hingga jutaan orang di Texas Amerika Serikat dan di beberapa negara di penjuru dunia mengalami masalah ini. Ada beberapa pasien yang bisa pulih dengan sepenuhnya dari gangguan COT ini, akan tetapi ada juga pasien yang kurang beruntung dan tidak bisa sembuh. Jika bisa sembuh pun pasti akan mengalami gangguan pada otaknya alias tidak 100% pulih total. Lalu, siapa sajakah yang mempunyai risiko besar terkena COT ini? Pada dasarnya DOT bisa menyerang berbagai usia. Namun berdasarkan survei yang dilakukan, gangguan COT ini sering menjangkit pada balita usia 0-5 tahun, remaja usia 15-24 tahun dan bagi orang yang usianya sudah 75 ke atas.

Gangguan COT muncul karena berbagai macam faktor yang tidak kita sadari kita lakukan dalam aktivitas sehari-hari. COT bisa terjadi karena pernah jatuh, berolahraga yang berlebihan. Adanya tekanan benda saat jatuh, dan pernah mengalami kecelakaan lalu lintas yang membuat kepala terbentur dan lainnya. Hal ini akan bertambah parah apabila terjadi kerusakan meskipun itu disebabkan karena benturan yang lemah maupun sedang. Apalagi saat kepala terbentur benda yang tajam. Ini tentu saja akan membuatnya semakin tidak terkendali rasa sakitnya.